8.04.2011

Nasional.is.Me

"Yang menarik dari kisah peristiwa 10 November adalah rakyat Surabaya memilih untuk berjuang dan berusaha walaupun keadaannya seakan-akan tidak mungkin. Hanya karena mereka tahu bahwa itu adalah sesuatu yang benar untuk dilakukan. Berjuang.

Di hadapan mereka, adalah jumlah lawan yang lebih banyak, dengan persenjataan yang lebih lengkap.
Secara nalar, tidak mungkin Surabaya bisa memenangkan pertarungan itu, dan pada akhirnya memang tidak.
Namun walaupun tampak tidak mungkin, rakyat Surabaya tetap berusaha, dengan sangat gigih.

Hari ini, pemuda dan pemudi Indonesia tampak bengong setiap kali saya ajak mereka untuk menciptakan perubahan.
Wajah mereka sinis dan berkata, "Mana mungkin..."
"Saya kan hanya mahasiswa."
"Saya kan hanya orang kantoran."
"Saya kan hanya orang biasa, nggak punya uang banyak, menciptakan perubahan tampak tinggi biayanya."
"Saya kan hanya rakyat, bukan decision makers."

...
Memalukan.
"Saya kan HANYA..."
Pemuda dan pemudi Indonesia merendahkan diri mereka dengan menggunakan kata "hanya".
Pada saat pemuda dan pemudi masa lalu mempertaruhkan NYAWA mereka untuk meninggikan derajatnya di hadapan dunia asing. Di hadapan Jepang, Portugis, Inggris, dan Belanda yang berpikir mereka bisa menindas kita.

Pemuda-pemudi yang bilang, "Saya kan hanya rakyat." harusnya pergi ke Taman Makam Pahlawan Kalibata dan melihat betapa banyaknya makam yang hanya bertuliskan "Pemuda" karena sang pejuang itu tidak dikenal identitasnya. Ia hanya rakyat yang ikut angkat senjata melawan penjajahan, mempertahankan kemerdekaan.

Malu.
Harusnya mereka malu kepada semua yang sudah gugur di Surabaya karena mereka tetap berusaha walaupun di hadapan 30.000 tentara lawan, menang tampak tidak mungkin.

Malu karena, untuk kita, kalau kita gagal berusaha resikonya malu, sementara mereka resikonya kehilangan nyawa.
Malu karena mereka tidak punya infrastruktur yang kita punya untuk berusaha, tetapi mereka tetap berjuang.

Malu karena walaupun mereka sudah mati-matian membebaskan negerinya dari penjajahan, bertahun-tahun kemudian, anak dan cucunya masih punya mental orang jajahan yang hanya bisa nurut dan bekerja, tanpa mau menggunakan kebebasannya untuk berpendapat dan berkarya.

Pemuda-pemudi Surabaya hari ini, harusnya menjadi yang terdepan untuk membuktikan pada seluruh Indonesia bahwa, sekali lagi, anak muda Surabaya akan gigih berusaha, melawan ketidakmungkinan."


(Nasional.is.Me)

2 komentar:

Aya said...

Merinding bacanya :|

dara.antares said...

bukunya lebih bikin merinding :O

Post a Comment